Aku seorang mahasiswi baru disebuah kampus populer. Namaku Nesa yang baru menginjak-injak usia 18 tahun.
Nama lengkapku Panesa, dan entah kebentur apa kepala mereka, teman-teman di kampus sering memanggil aku dengan sebutan Panas. Entah apa salahku, kata itu selalu muncul dalam kehidupanku. Padahal aku sangat gak suka panas.
Hari ini cuacanya sangat lah panas dan merupakan hari ke 9 aku belajar di kampus. Begitu juga di kelas aku tetap merasakan panas karena AC disana juga ikut-ikutan nyiksa aku. Ku coba protes sama dosen.
“Pak, kok kita belajar di sini sih?, kan di sini panas!”
“Mata bapak masih berfungsi dengan baik bisa melihat wajahmu dengan jelas. Panas, kamu ngejek bapak ya… berdiri di lapangan”
Tanya apa, jawabnya apa. Bahkan dosen juga memanggilku dengan sebutan Panas. Jelasin panjang kali lebar pun dosen gak ngerti-ngerti.
Ku terpaksa memajang diriku di lapangan atau lebih tepatnya gurun yang habis dicerain hujan. Beruntung aku bawa payung yang mereknya Panas, merek produk macam apa itu?. Aku benar-benar salah beli.
Baru 9 menit aku eksis di lapangan, beberapa saat kemudian dosen yang sangat suka panas-panasan menghampiriku.
“Ngapain kamu di sini?”
“Lagi di hukum pak!”
“Dosen yang menghukum kamu, menyuruh kamu pakai payung?”
“Enggak pak, kalau kulit saya sih iya!”
“Hukuman kamu ditambah. Beliin bapak buah Nanas. Gak pake lama.”
Lagi-lagi aku terpaksa, aku pergi ke toko buah untuk beli Nanas. Di sana aku ketemu pacarku bersama cewek lain. Mereka panas-panasiku dengan bermesraan di depanku.
“Hay, bukankah status kamu masih pacarku!”
“Benarkah. Kalau gitu aku nyatakan kita putus!”
“Apa alasanmu. Kamu gak bisa begitu denganku”
“Kamu yang duluan selingkuh dariku dengan Dingin”
“Kamu salah paham. Aku dan Dingin cuma teman”
“Aku sudah punya yang lebih cantik darimu”
Tanpa pikir sepanjang kereta api ku gampar dia.
“Bagaimana rasanya”
“PANAS”
“Begitu juga dengan hatiku”.
Nama lengkapku Panesa, dan entah kebentur apa kepala mereka, teman-teman di kampus sering memanggil aku dengan sebutan Panas. Entah apa salahku, kata itu selalu muncul dalam kehidupanku. Padahal aku sangat gak suka panas.
Hari ini cuacanya sangat lah panas dan merupakan hari ke 9 aku belajar di kampus. Begitu juga di kelas aku tetap merasakan panas karena AC disana juga ikut-ikutan nyiksa aku. Ku coba protes sama dosen.
“Pak, kok kita belajar di sini sih?, kan di sini panas!”
“Mata bapak masih berfungsi dengan baik bisa melihat wajahmu dengan jelas. Panas, kamu ngejek bapak ya… berdiri di lapangan”
Tanya apa, jawabnya apa. Bahkan dosen juga memanggilku dengan sebutan Panas. Jelasin panjang kali lebar pun dosen gak ngerti-ngerti.
Ku terpaksa memajang diriku di lapangan atau lebih tepatnya gurun yang habis dicerain hujan. Beruntung aku bawa payung yang mereknya Panas, merek produk macam apa itu?. Aku benar-benar salah beli.
Baru 9 menit aku eksis di lapangan, beberapa saat kemudian dosen yang sangat suka panas-panasan menghampiriku.
“Ngapain kamu di sini?”
“Lagi di hukum pak!”
“Dosen yang menghukum kamu, menyuruh kamu pakai payung?”
“Enggak pak, kalau kulit saya sih iya!”
“Hukuman kamu ditambah. Beliin bapak buah Nanas. Gak pake lama.”
Lagi-lagi aku terpaksa, aku pergi ke toko buah untuk beli Nanas. Di sana aku ketemu pacarku bersama cewek lain. Mereka panas-panasiku dengan bermesraan di depanku.
“Hay, bukankah status kamu masih pacarku!”
“Benarkah. Kalau gitu aku nyatakan kita putus!”
“Apa alasanmu. Kamu gak bisa begitu denganku”
“Kamu yang duluan selingkuh dariku dengan Dingin”
“Kamu salah paham. Aku dan Dingin cuma teman”
“Aku sudah punya yang lebih cantik darimu”
Tanpa pikir sepanjang kereta api ku gampar dia.
“Bagaimana rasanya”
“PANAS”
“Begitu juga dengan hatiku”.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar